Selasa, 14 Agustus 2012

Antara Dunia Remaja dengan Dunia Dewasa


Dunia remaja yang kita miliki memang terasing dan seperti tidak pernah butuh untuk intervensi dari orang-orang dewasa di sekitar kita. Seperti terutama oleh parents yang terkadang terkesan (maaf) cerewet dengan berbagai nasihat dan petuah-petuah yang sebenarnya memiliki satu makna namun sering kali dibahasakan dengan cara yang berbeda nan membosankan, yaitu bagaimana caranya agar kita dapat menjadi seseorang yang lebih dari mereka sebelumnya.

Sering kali nasihat-nasihat yang beliau-beliau utarakan melolos melalui telinga kiri. Tak ayal kita anggap juga sebagai sampah. Bagaimana bisa?
Masih sebagai remaja yang meskipun memiliki dunia sendiri yang terisolasi dari dunia dewasa, however pernah juga kita miliki rasa untuk ingin didengar, bahkan oleh our own parents. Orang-orang dewasa sebetulnya hanya ingin memaksakan kehendak mereka sendiri, alih-alih demi kebaikan anak. Namun, apa pernah mereka tanyakan apa yang sebenarnya anak-anak mereka ingin lakukan untuk hidup mereka?
Teringat dengan sebuah kisah seorang anak dengan berbagai prestasi yang bahkan dengan itu semua tidak pernah ia rasakan bagaimana menjadi the second di kelas. Namun dibalik itu semua, apa yang ia rasakan?
Memiliki perasaan tertekan bertahun-tahun itu tidak mudah ia rasakan. Selalu menjadi yang pertama di kelas itu ternyata bukanlah hal yang selalu ia inginkan. Ia harus merasakan gugup luar biasa ketika sang guru berdiri di depan kelas dengan tumpukan buku laporan siswa per semester. Apa yang akan ia lakukan ketika tidak lagi memegang gelar the first di kelas?
Memang sepenuhnya bukanlah berasal dari kesalahan orang dewasa semata. Hanya saja gelar bahwa sang dewasa selalu memegang kendali dan ingin didengar sudah banyak kita dengar, dan hati nurani kita ‘yang remaja’ sebetulnya terkadang kebanyakan menyalahkan. Apa yang sebenarnya terjadi? They just didn’t really know how to express their love. Bukan harus sepenuhnya menyalahkan mereka dan kita sendiri yang selalu ingin dimengerti. Solusi sederhana yang saya tawarkan: mempelajari bagaimana caranya agar antara dunia remaja dengan dunia dewasa memiliki jembatan untuk saling memahami meski terpisah.
Gimana menurut kalian? Leave a comment .. :)
·         

Senin, 14 Mei 2012

Persepsi Mengenai Persahabatan


Persahabatan sesaat mungkin tak bermakna...               
Namun, ketika sang waktu lantas menegur, “Hari ini hanya untuk sekarang, tidakkah kau ingin membekaskan sejarah yang setidaknya dapat dikenang sebagai prasasti yang terukir di atas hati orang-orang yang sempat singgah dalam memori hidupmu kali ini?”
Me and my Trully Friends
ETERNAL
Renungkan dan pikirkan, apa yang dapat kamu perbuat untuk mereka. Jangan hidup untuk hari ini hanya sebagai fatamorgana...
Pembaca yang setia, kali ini penulis ingin bertanya, bagaimana persepsi anda mengenai sahabat di masa global seperti ini? Tetap seperti pepatah-pepatah lama yang mengatakan Persahabatan lebih berharga daripada cinta? Atau mungkin Teman yang sesungguhnya adalah teman yang membuatmu menangis, bukan yang membuatmu tertawa? Yang mana nih...
Di masa global yang seperti ini, ada banyak penyimpangan mengenai persepsi tentang sahabat. Bahkan, ada yang pernah dengar ga modifikasi dari salah satu pepatah mengatakan bahwa Cinta lebih berharga daripada persahabatan. Wah... gimana tuh? Apa Wise Words versi baru tu mencerminkan tipe wajah-wajah manusia (para remaja) abad kini?
Berbicara mengenai sahabat, dari penulis pribadi memang merasa sedikit naif. Tapi, persahabatan bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Makna dari sebuah persahabatan sejati tak akan pernah pudar sepanjang masa. Namun, sering kali kita tak mengetahui bahkan memahami implementasi dari persahabatan itu sendiri.
Memiliki sebuah persahabatan itu memang hal yang bisa dikatakan biasa sekali, sederhana, bahkan remeh jika dipandang oleh orang-orang yang tidak pernah mengalami dan bahkan memilih untuk tidak pernah peduli dan memaknainya ketika mereka memiliki kesempatan untuk itu. Namun dapat menjadi hal yang luar biasa ketika seseorang merasa seperti hidup sendiri, berdiri tanpa sandaran, kemudian datang seseorang yang dengan tulus mengatakan, “Jangan takut, aku yang akan menemanimu sampai akhir...”
Jika hal itu benar-benar terjadi kepada diri anda, kemudian bagaimana persepsi baru anda mengenai persahabatan?