Selasa, 03 Desember 2019

Syukur


Di umur yang sudah matang ini, sudah jutaan pengalaman berkesan yang saya dapatkan. Yang kalau diceritakan, atau di tulis ulang pun butuh berlembar-lembar kertas. Karena, memang sebanyak itu keajaiban yang Allah telah beri ke kehidupan saya. Tapi, satu pengalaman yang baru-baru ini terjadi dan benar-benar berkesan untuk saya adalah ketika saya diterima di Universitas Diponegoro. Perjalanan yang saya lalui tidak berliku tidak pula lurus. Saya akan mencoba menceritakannya ulang di sini.

Saat di hari pengumuman SNMPTN, saya sesungguhnya tidak menaruh harapan besar terhadap kedua pilihan saya. Tapi saat melihat ekspresi kekecewaan yang ada di wajah ibu saya, di situ hati saya teriris. Saya memang tidak pernah meminta Allah untuk meloloskan saya, saya hanya berdoa agar diberi yang terbaik. Dan saya percaya pilihan Allah tidak pernah salah. Pasti ada hikmah di setiap keputusan-Nya. Tetapi, setelah melihat kesedihan Ibu saya, saya menjadi berat hati dan mencari segala cara agar saya mendapat cadangan untuk masa depan saya.

Saya mencoba mencaritau soal pendaftaran Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro. Walau saat itu, jalur yang tersedia hanya untuk jalur rapor. Saya dan Ibu memutuskan untuk mencoba. Dan memilih jurusan yang kemungkinan sesuai dengan minat atau kemampuan saya.

Tapi lagi dan lagi, kata maaf terdengar sangat menyakitkan. Sudah dua kali tertolak. Sudah berapa banyak kesedihan yang saya beri kepada Ibu?

Dan, harapan terakhir saya adalah SBMPTN atau tes tulis. Dengan kemampuan seadanya, niat yang tidak sebanyak anak lainnya. Saya mencoba dengan segenap jiwa saya. Mengerahkan segala kemampuan saya. Sampai-sampai saat keluar dari ruangan saya merasa pusing dan suhu badan naik. Meski begitu, saya masih merasa kurang banyak. Banyak hal yang saya sesali, seperti kenapa dulu aku nggak rajin belajar, sih? Ibu saya pun seakan merasakan keletihan yang saya alami, sehingga beliau menyarankan saya untuk mencari alternatif lain, seperti mendaftar melalui jalur mandiri.

Karena dana yang dibutuhkan sangat banyak untuk mandiri, saya bertekad besar, memohon pada Allah agar diberi kemudahan, pilihan yang baik. Saya tidak ingin menambah beban kepada orangtua saya. Kemudian, jawaban Allah sangatlah baik.

Hijau.

Di sore itu saya menangis.

Ibu saya terkejut, terharu, senang, bercampur menjadi satu.

Saya akhirnya bisa membahagiakan Ibu.

Ternyata Allah menakdirkan saya untuk bertemu dengan orang-orang pilihan. Ternyata Allah menakdirkan saya untuk berubah dibantu oleh lingkungan di sekitar saya.

Tidak perah terbayang oleh saya, apa jadinya saya tanpa mereka?

Ternyata begitu banyak keuntungan yang saya dapat setelah saya diterima di Universitas Diponegoro. 

Ternyata ini jawaban Allah untuk semua doa-doa saya.

Malam ini pun, saat di kereta, saya merasa Allah memberikan keajaiban-Nya lagi untuk saya. Saat pertama kali mengetahui letak kursi, saya sedikit mendumal. Kenapa nggak di samping jendela, sih? 17C. Kursi yang saya dapat. Atau, itu berarti saya mendapat kursi yang berada di ujung koridor.

Ternyata, saat menduduki kursi yang saya dapat. Ibu yang mendapat kursi 17D, yang mendapat kursi yang saya inginkan karena bisa melihat pemandangan luar. Menyambut saya dengan ramahnya. "Sini, nak." Sapanya.

Saya merasa tenang saat beliau mengajak saya berbicara soal banyak hal. Sehingga saya berfikir, Ah, lagi dan lagi, keajaiban Allah. Coba kalau tadi aku dikasih kursi di deket jendela, tapi aku merasa asing dengan orang disampingku, bukannya itu akan jadi perjalanan yang membosankan?

Kejadian yang terjadi hari ini, kemarin, dan esok. Sekecil apa pun hikmah yang ada di dalamnya. Teruslah merasa bersyukur. Karena, Allah tau dimana kesanggupanmu, apa yang kamu butuhkan. Karena Allah adalah dzat yang Maha Baik dan Maha Mengetahui.

 Nana's