Selasa, 03 Desember 2019

Syukur


Di umur yang sudah matang ini, sudah jutaan pengalaman berkesan yang saya dapatkan. Yang kalau diceritakan, atau di tulis ulang pun butuh berlembar-lembar kertas. Karena, memang sebanyak itu keajaiban yang Allah telah beri ke kehidupan saya. Tapi, satu pengalaman yang baru-baru ini terjadi dan benar-benar berkesan untuk saya adalah ketika saya diterima di Universitas Diponegoro. Perjalanan yang saya lalui tidak berliku tidak pula lurus. Saya akan mencoba menceritakannya ulang di sini.

Saat di hari pengumuman SNMPTN, saya sesungguhnya tidak menaruh harapan besar terhadap kedua pilihan saya. Tapi saat melihat ekspresi kekecewaan yang ada di wajah ibu saya, di situ hati saya teriris. Saya memang tidak pernah meminta Allah untuk meloloskan saya, saya hanya berdoa agar diberi yang terbaik. Dan saya percaya pilihan Allah tidak pernah salah. Pasti ada hikmah di setiap keputusan-Nya. Tetapi, setelah melihat kesedihan Ibu saya, saya menjadi berat hati dan mencari segala cara agar saya mendapat cadangan untuk masa depan saya.

Saya mencoba mencaritau soal pendaftaran Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro. Walau saat itu, jalur yang tersedia hanya untuk jalur rapor. Saya dan Ibu memutuskan untuk mencoba. Dan memilih jurusan yang kemungkinan sesuai dengan minat atau kemampuan saya.

Tapi lagi dan lagi, kata maaf terdengar sangat menyakitkan. Sudah dua kali tertolak. Sudah berapa banyak kesedihan yang saya beri kepada Ibu?

Dan, harapan terakhir saya adalah SBMPTN atau tes tulis. Dengan kemampuan seadanya, niat yang tidak sebanyak anak lainnya. Saya mencoba dengan segenap jiwa saya. Mengerahkan segala kemampuan saya. Sampai-sampai saat keluar dari ruangan saya merasa pusing dan suhu badan naik. Meski begitu, saya masih merasa kurang banyak. Banyak hal yang saya sesali, seperti kenapa dulu aku nggak rajin belajar, sih? Ibu saya pun seakan merasakan keletihan yang saya alami, sehingga beliau menyarankan saya untuk mencari alternatif lain, seperti mendaftar melalui jalur mandiri.

Karena dana yang dibutuhkan sangat banyak untuk mandiri, saya bertekad besar, memohon pada Allah agar diberi kemudahan, pilihan yang baik. Saya tidak ingin menambah beban kepada orangtua saya. Kemudian, jawaban Allah sangatlah baik.

Hijau.

Di sore itu saya menangis.

Ibu saya terkejut, terharu, senang, bercampur menjadi satu.

Saya akhirnya bisa membahagiakan Ibu.

Ternyata Allah menakdirkan saya untuk bertemu dengan orang-orang pilihan. Ternyata Allah menakdirkan saya untuk berubah dibantu oleh lingkungan di sekitar saya.

Tidak perah terbayang oleh saya, apa jadinya saya tanpa mereka?

Ternyata begitu banyak keuntungan yang saya dapat setelah saya diterima di Universitas Diponegoro. 

Ternyata ini jawaban Allah untuk semua doa-doa saya.

Malam ini pun, saat di kereta, saya merasa Allah memberikan keajaiban-Nya lagi untuk saya. Saat pertama kali mengetahui letak kursi, saya sedikit mendumal. Kenapa nggak di samping jendela, sih? 17C. Kursi yang saya dapat. Atau, itu berarti saya mendapat kursi yang berada di ujung koridor.

Ternyata, saat menduduki kursi yang saya dapat. Ibu yang mendapat kursi 17D, yang mendapat kursi yang saya inginkan karena bisa melihat pemandangan luar. Menyambut saya dengan ramahnya. "Sini, nak." Sapanya.

Saya merasa tenang saat beliau mengajak saya berbicara soal banyak hal. Sehingga saya berfikir, Ah, lagi dan lagi, keajaiban Allah. Coba kalau tadi aku dikasih kursi di deket jendela, tapi aku merasa asing dengan orang disampingku, bukannya itu akan jadi perjalanan yang membosankan?

Kejadian yang terjadi hari ini, kemarin, dan esok. Sekecil apa pun hikmah yang ada di dalamnya. Teruslah merasa bersyukur. Karena, Allah tau dimana kesanggupanmu, apa yang kamu butuhkan. Karena Allah adalah dzat yang Maha Baik dan Maha Mengetahui.

 Nana's

Selasa, 03 Maret 2015

Renungan Malam

Bagimu yang selalu mengagungkan malam, merutuki pagi yang kau pikir datang terlalu cepat. Apa kilah pagi ketika ia dipersalahkan?
"Aku hanya berjalan di atas titah Tuhanku,"
Kemudian kau ingin kembali meringkuk di balik hangatnya selimut. Enggan menyambut fajar yang menyerukan azan. Betapa kecewanya Allah yang Maha Rahman. Ketika kau merasa semakin nyaman digelintir ikatan syetan. Qiyamullail kau lewatkan. Padahal kau jumpai banyak kesempatan. Adakah kau hanya menyapa di balik rengkuhan hangat pulau kapas?
Sedikit sekali yang ingin menarik diri. Menghampiri air yang siap mengaliri. Mengusap wajah hingga luntur kantuk di mata. Menetes menjauh bersama sisa mimpi yang menutup realita.
Percayalah, mengurangi tidur malammu tak kan berimbas terhadap kurangnya kebahagiaanmu. Kau bisa menjadi lebih bahagia dengan menikmati nafas imanmu di malam hari. Dalam khidmat sujud nan menghamba diri. Melepas lelah karena berlari mengejar ambisi duniawi.
Maka bangun dan tersenyumlah. Karena tersadar dari pulasnya mimpi adalah satu kemenangan. Lain lagi jika kau mampu meringankan langkah menjemput wudhu, maka satu kemenangan lagi telah terwujud. Kemudian ketika kau memilih berdiri lalu menegakkan shalat, maka ucapan 'selamat' pantaslah bagimu. Inilah kemenangan sempurna atas tipu daya syetan yang melalui tiga ikatan buhulnya membuai mimpi manusia agar menjadi semakin indah. Membuat kelopak mata yang begitu ringan menjadi sangat berat untuk sekedar terangkat.
Pada akhirnya, sabda Rasulullah (s.a.w) ini mungkin akan lebih meyakinkanmu untuk melakukan perlawanan, menjemput kemenangan, meninggalkan syetan yang tersedu sembari mengais buhul yang telah susah payah disimpulnya kuat-kuat. Berlari dan tersaruk mengejarmu yang tiada lagi berat mengayun langkah.
Sabda Nabi s.a.w. yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. :
 “Setan mengikatkan tiga ikatan di atas tengkuk kepala salah seorang dari kalian ketika dia tidur. Dia kencangkan masing-masing ikatannya, seraya berkata, “Malam ini begitu panjang, maka tidurlah!” Apabila orang itu bangun, lalu berdzikir kepada Allah, maka lepaslah salah satu ikatan. Apabila dia berwudhu, maka lepaslah satu ikatan. Apabila dia sholat, maka lepaslah satu ikatan, sehingga dia pun menjadi giat dan baik jiwanya. Apabila dia tidak melakukannya, maka dia akan menjadi malas dan buruk jiwanya.”
Dengan demikian, mestinya kau tersadar. Bahwa bisikan syetan begitu indah apabila dituruti sang raga. Meringkuk kembali dalam balutan kain panjang. Tetapi tanpa sadar, berlaku demikian sama saja dengan memberi kemenangan tanpa perlawanan, kepada syetan sang musuh sepanjang masa.


***
#backtothemirror

Sabtu, 27 Desember 2014

Refleksikan Amarah melalui Doa



Pernah melihat hadiah Tuhan yang disimpan untuk bumi? Hadiah itu disembunyikan-Nya di balik rintik hujan nan menyejukkan. Ya, kau mengenalnya dengan pelangi. Indah bukan? Pelangi berasal dari cahaya matahari yang terurai oleh butiran-butiran air di atmosfer. Ketika pelangi masih dalam bentuk satu warna dalam cahaya sang surya, kita belum mengenalnya sebagai sesuatu yang indah. Ia masih berupa cahaya putih tanpa variasi. Tidak ada yang terlihat istimewa dari cahayanya yang monoton, kecuali kita mengenalnya sebagai sumber energi terbesar yang dimiliki bumi. Namun ketika cahayanya terurai menjadi spektrum-spektrum cahaya berbagai warna, kita mengenalnya sebagai lukisan langit nan indah bernama pelangi.
Satu pertanyaan lagi, kawan. Apa saja yang kau makan hari ini? Sesuatu yang manis? Pedas? Asin? Atau gabungan dari semua rasa? Maka demikianlah seharusnya. Bayangkan saja betapa bahayanya ketika lidah hanya dibiarkan mengonsumsi makanan yang manis. Tubuh akan sangat berisiko terkena penyakit diabetes. Lantas bagaimana jika kita hanya mengonsumsi makanan pedas sepanjang hari? Tentu akan sangat membahayakan dinding lambung yang dapat berakibat timbulnya penyakit maag. Ternyata dalam hal makanan pun kita tidak bisa mengonsumsi hanya satu macam rasa saja.
Fenomena yang sama juga terjadi di dalam kehidupan di muka bumi. Dalam skala yang lebih spesifik kita dapat melihat pada karakter yang dimiliki oleh setiap manusia. Dalam hal ini kita mengetahui bahwa setiap manusia di dunia hidup dengan karakter yang berbeda-beda. Ada yang pemaaf, pemarah, pendiam, cerewet atau bahkan kombinasi dari beberapa karakter, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan. Di satu saat, kita mungkin masih bisa merasa nyaman dengan karakter buruk seseorang. Namun ketika karakter buruk tersebut malah berimbas sampai menyakiti hati kita, maka pertanyaannya; mampukah kita bertahan tanpa amarah?
Sebagian dari kita mungkin ada yang masih mampu menahan amarah. Namun belum tentu demikian bagi sebagian yang lain. Lantas apa yang mesti dilakukan ketika seseorang sampai hati menyakiti kita dengan sifatnya yang kurang terpuji?
Menenangkan hati adalah langkah pertama yang paling utama demi menjaga hati dari percikan noda karena amarah. Kunci untuk dapat memperoleh ketenangan hati tiada lain adalah dengan mengingat Allah melalui dzikir. Seperti apa yang telah difirmankan-Nya dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat 28 sebagai berikut :
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram,”
Setelah berdzikir, perlakukan ia yang menyakitimu dengan perlakuan yang baik tanpa sepengetahuannya. Perlakuan baik itu adalah dengan mendoakannya. Mohonkan kepada Allah agar hatinya dapat terbuka untuk menyadari sifat yang tanpa sadar telah menyakiti karibnya. Agar hatinya terbuka untuk paling tidak meminta maaf atas khilaf diri yang lepas kendali, agar hatinya dapat terbuka untuk mengubah sedikit demi sedikit perangai buruk yang dimilikinya.
Mengapa harus memilih doa sebagai perlakuan baik untuk membalas ia yang telah menyakiti hati? Coba simaklah hadits di bawah ini :
“Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama,” (H.R. Muslim)
Dari hadits di atas kita dapat mengetahui bahwasanya doa yang kita panjatkan untuk saudara sesama muslim juga akan terpantul menjadi doa yang sama yang diucapkan oleh malaikat untuk kita. Lihatlah, betapa beruntungnya bagi orang yang mendoakan. Doa kebaikan yang diterima bukan dari manusia yang tak pernah luput dari dosa, melainkan dari malaikat yang tidak ada sedikitpun ingkar dalam setiap detail titah Tuhannya.
Demikianlah kenyataannya, selain menyelipkan harap dalam doa agar ia yang telah lalai menjaga sikap buruknya dapat berubah menjadi lebih baik, secara tidak langsung malaikatpun berdoa untuk perbaikan pribadi yang mendoakan. Dengan begitu kita dapat menyadari bahwa yang membutuhkan doa kebaikan itu bukan saja ia yang kita anggap telah banyak menyakiti. Tetapi juga kita sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya kitapun sangat membutuhkan doa yang serupa. Siapakah yang dapat menjamin bahwa yang mendoakan pastilah seorang yang suci dari perangai buruk nan menyakiti? Tak seorangpun, kawan.
"Maka refleksikanlah amarahmu melalui doa. Untaian kata bermakna kebaikan untuk saudara muslim tercinta yang mungkin lupa. Apabila perangai buruknya masih saja muncul dan membuat sakit di dada, maka keraskanlah doa sekeras ia menorehkan luka."

Kamis, 11 Desember 2014

Doa Estafet (PART I)



Apa kabar, siang? Seperti biasa, desember ini kau masih saja berselimut sendu. Kerap kali juga kusaksikan matahari yang pemalu, selalu berusaha menyembunyikan diri di balik punggung sang awan. Untukmu, sang surya. Aku ingin berkata. Betapapun kau berusaha bersembunyi, ada kalanya titah tuhan akan membuatmu kembali untuk bumi. Kembali sebagai rahmat, sama seperti awan yang juga bertahan dengan mengantungi hujan sebagai rahmat.
Sekian lama menunggu celah untuk memulai perjalanan ke kampus demi kalkulus, akhirnya hujan mulai mereda menjadi rintik gerimis. Dari gerimis kemudian melemah menjadi hanya berupa butiran-butiran halus air langit yang menyisakan hawa dingin. Tidak ada lagi kesempatan sebaik ini untuk menerobos jalanan siang, kurasa. Akhirnya kuputuskan untuk berangkat bersama ‘si kuning’.
Belum lagi sampai tujuan, air langit kembali menderas dari hanya berupa butiran-butiran halus menjadi rintik gerimis yang semakin lama semakin menderas, hujan pun menerpa tanpa ampun. Aku tak kan menyesal jika harus 'bolos' kuliah karena kondisi yang seperti ini, setidaknya aku memiliki ikhtiar untuk mengejar kalkulus yang hanya memiliki jatah 40 menit untuk hari ini.
***
Dari kontrakan menuju kampus hujan semakin deras. Karena takut pakaian basah kuyup akhirnya aku memutuskan untuk berteduh di MIPA Utara sembari menunggu kemungkinan hujan mereda. Tapi waktu terus berjalan, tanpa berhenti sedikitpun atas dasar kasihan melihat seorang mahasiswi yang rela menerobos hujan demi kalkulus (wheh :3).
Kenyataannya, setelah menunggu beberapa lama air langitpun tak kunjung sirna. Tapi setidaknya hujan telah kembali mereda menjadi hanya berupa jarum-jarum kecil air yang menghujam ke bumi. Ini kesempatan (lagi). Kupikir kembali menerobos jalan menuju MIPA Selatan tidaklah terlalu menyiksa dengan sendu langit seperti ini.
Perjalanan dari MIPA Utara menuju MIPA Selatan tak sampai memakan waktu 10 menit. Setelah sampai di depan gedung MIPA Selatan akupun bergegas melangkahkan kaki menuju ruang kuliah. Belum sampai di ruangan, jam dinding di persimpangan tangga menuju lantai 2 menyergapku dengan perasaan ragu. Kondisi sudah basah kuyup dan waktu yang tersisa kurang dari 20 menit lagi. Bimbang. Antara mengikuti kuliah -dengan pakaian yang basah kuyup- dengan membiarkan waktu terlewatkan karena kondisi badan yang sudah tidak nyaman karena basah.
Tanpa membuang waktu lebih banyak lagi, akhirnya aku memutuskan untuk ‘mengikhlaskan’ kalkulus pada hari itu dan menggantinya dengan mengunjungi mushalla depan kampus. Ingin menunggu agenda selanjutnya saja, pertemuan terakhir sekaligus acara penutupan APAI.
>>to be continued

Kamis, 27 November 2014

A Complicated Heart

November berhujan. Nikmat tuhan yang tiada terlupakan. Membuat debu semakin syahdu dalam ketundukan, menyerah untuk beterbangan. Ia malah beralih memperhatikan suara roda yang berselingan. Ya, seorang gadis sedang bersepeda menyusuri jalanan kota. Siapa yang tahu hatinya sedang terluka? Bukan. Gadis itu sedang berbahagia (seharusnya). Tetapi raut wajahnya tak tentu dan berubah-ubah. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Maka tanyakanlah pada hatinya. Segera sang hati akan menjawab dengan jeritan yang tak terkatakan...

Malam ini mengusaikan semua. Perjumpaan sesaat semoga cepat terlupakan. Aku merasakan interaksi kita sudah mulai tak biasa.
Aku tak masalah jika kau tak merasakan hal yang sama. Karena sungguh, aku memang tak pula menggantung harap yang demikian. Seperti ini, hanya caraku untuk waspada. Kau tahu mengapa? Karena aku takut setan akan semakin berkuasa. Karena aku takut, setan akan semakin marak berpesta. Maaf, teman. Ada kata yang mungkin kasar kau rasakan. Namun seperti itu, caraku untuk meruntuhkan panji setan. Jika sikap itu terus aku pertahankan. Setan tentu akan semakin berbahagia. Ingatlah bahwa pasti akan datang waktu di mana hal itu diperbolehkan.

Satu tetes. Dua, barangkali. Akh... tetesan yang keluar dari matanya sudah tak mampu dibedakan. Ia mulai menangis dalam hujan.

Rabu, 22 Oktober 2014

Halangi 'INGIN' Menemani Harimu

Malu kalau mengingat diri ini masih menginginkan ini dan itu, padahal yang ada sudah cukup untuk sekedar memenuhi kebutuhan. Sejatinya insan memang selalu ingin lebih, padahal ia tahu jika keinginan itu terus dipelihara ia akan menjadi sakit sendiri. Karena keinginan manusia tidak pernah sampai pada titik pemberhentian. Seperti bilangan real, yang besarnya mencapai tak hingga. Selalu ada bilangan yang lebih besar dari yang kita anggap paling besar. Selalu ada ingin yang lebih besar meskipun kita sudah memiliki yang sekebutuhan saja. Bukan berarti sebuah pelarangan jika kita menginginkan sesuatu yang lebih. Selama masih mampu untuk memenuhinya, dan mengetahui timbangan manfaatnya lebih berat dari mudharat, tidak ada yang salah.

"Aku sudah dewasa, bisa mengendalikan diri untuk tidak tergoda dengan 'ingin' yang melebihi kebutuhan, apalagi yang belum bisa kupenuhi sendiri," INGINNYA bisa ngomong seperti itu. Tapi setiap kali mendengar kawan-kawan berucap; 'Aku bahagia karena punya gadget baru', 'Aku bahagia karena sekarang tinggal di rumah mewah', 'Aku bahagia karena punya motor baru', 'Aku bahagia karena...!@#!#$%'  'ingin' itu terkadang muncul lagi, hehe.
Malulah jika hati kecil berbisik untuk bertanya, "Lantas kapan bahagianya karena Allah?". Seperti tersudut sendiri. Ya Allah, aku sedang belajar. Bekalilah aku dengan qonaah, merasa cukup untuk sekebutuhanku saja. :)
Aku ingin selalu bahagia karena mensyukuri setiap pemberian-Mu. Bahagia akan dapat kuperoleh di manapun dan dengan apapun yang kupunya, jika dan hanya jika aku dalam keadaan selalu mengingat nikmat-Mu yang tak berhingga. Aku sedang berusaha untuk itu.

***
Ini, hasil tarikan nafas yang dalam beberapa kali. Rangkaian kalimat yang sederhana namun InsyaAllah bermakna. Semoga dapat memotivasiku dan memotivasimu, siapapun dirimu yang membaca tulisanku.

Jika mendengar ungkapan seperti itu, jangan merasa minder karena tak punya seperti apa yang membuat mereka bahagia. Apa yang membuat mereka bahagia belum tentu menjadi tolok ukur kebahagiaan kita. Patrikan nama Allah selalu agar kita memiliki alasan untuk bahagia. Bahagiamu, bahagiaku, adalah bahagia karena Allah. Ingatlah bahwa kita selalu memiliki Dia yang selalu mengaliri setiap tarikan nafas kita dengan nikmat yang hanya butuh penghambaan sebagai balasan.

Maka dari itu mulai sekarang yuk belajar qonaah, dan halangi 'ingin' menemani harimu... :)

Ya Rabb, jaga setiap tingkah laku maupun lisanku agar tidak sampai menyinggung saudaraku yang lain.

Ya Rabb, aku akan memperbaiki ibadahku.

Minggu, 12 Oktober 2014

Rindu Ilahi



Puisi indah ini membuat iman kian merekah. Puisi indah yang mengawali senandung rindu seorang hamba kepada Illahnya. Puisi ini, semoga dapat menjadi pupuk kerinduan di sepertiga malam. Semoga dapat menimbulkan penyesalan bagi yang melewatkan sujud di tengah temaram. Puisi ini, kutulis ulang dari kalimat untaian indah Dawai Hati, untukmu, sahabat… dan sebarkan untuk mukmin dan mukminah yang sedang merindu. Merindu akan kehadiran Sang Illah di lubuk hati yang terdalam. 

Sahabat, maka ini dia puisi indah itu. Bacalah, dan resapi dengan hati…

Bismillahirrahmanirrahim…

Duhai sahabat, ada semai nada menggugah jiwa

Nada itu adalah firman-Nya yang tiada bertepi dan tiada meragukan hati

Kini dawai hati mulai bersemi lewat senandung indah penggugah jiwa

Harapan, terhujam dalam desir desah diri, agar kidung ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari jiwa

Bila saja kerinduan hati pada Ilahi dan Rasul-Nya terpaut dalam butir-butir niat sukma

Maka itu adalah azzam yang tiada tara terteduh dalam fitrah jiwa

Batin ini menjerit memohon ampunan Ilahi atas titik-titik noda dan busa-busa cinta dunia yang hanyut dalam derai derita jiwa

Ingin hati ini menghapus noda hitam dalam qolbu

Mengubahnya menjadi qolbu yang bening dan penuh cinta

Duhai Rabbi, bimbing diri ini menuju cinta-Mu, menggapai mahligai mahabbah Rasul-Mu

Jadikan getar-getar kidung ini terpatri dalam diri siapapun yang mampu menitiskannya dalam guratan qolbu

Duhai Rabbi, ingin kami  memiliki rasa rindu tak terperi akan cinta-Mu

Rindu yang menghanyutkan qolbu untuk selalu mengingat-Mu

Bilakah rindu ini berlabuh dalam pantai kasih-Mu

Sahabat, mari kita renungkan setiap syair kerinduan dawai hati

Semoga rindu kita pada Ilahi semakin dalam dan tak terkalahkan dari rasa rindu terhadap makhluk-Nya

***
Rindu Ilahi

Oleh: Dawai Hati


Rindu hatiku pada-Mu Robbi
Ingin ku berjumpa dengan-Mu
Apakah amal dan nista diri
Belenggu bertemu dengan-Mu

Adakah rindu dekat dengan-Mu
Penentram batin jiwaku
Rindu hati ku pada Mu Robbi
Ingin ku berjumpa dengan-Mu
Apakah amal dan nista diri
Belenggu bertemu dengan-Mu

Adakah rindu dekat dengan-Mu
Penentram batin jiwaku

Rindu, rindu, rindu pada Ilahi
Rindu hati ini pada-Mu Robbi
Tiadalah yang dapat menandingi
Segala puja kuasa-Mu Robbi

Ampunkan segala dosa dan nista
Yang tersembunyi atau yang nyata
Pada siapa lagi kami meminta
Selain Engkau yang kuasa

Ubahlah nista jadi mulia
Ubahlah dosa jadi maghfirah
Lindungi hamba dari segala
Berkata dusta dan nista

Rindu hatiku pada-Mu Robbi
Ingin ku berjumpa dengan-Mu
Apakah amal dan nista diri
Belenggu bertemu dengan-Mu
Adakah rindu dekat dengan-Mu
Penentram batin jiwaku

Rindu, rindu, rindu pada Ilahi
Rindu hati ini pada-Mu Robbi
Tiadalah yang dapat menandingi
Segala puja kuasa-Mu Robbi

Ampunkan sgala dosa dan nista
Yang tersembunyi atau yang nyata
Pada siapa lagi kami meminta
Selain Engkau yang kuasa

Rindu, rindu, rindu pada Ilahi
Rindu hati ini pada-Mu Robbi