Tell me, God! Did she make it with tears? Or with anger?
I know she is disappointed… :’(
Bingung dari mana harus memulai.
Tergambar jelas, dia menulis dengan ribuan keraguan’
“yesterday she is your best friend, but something happened…”
Kemarin, aku adalah sahabatmu.. lalu sekarang, kau anggap
apa aku ini?
Sungguh berat, bagaimana bisa diriku kau katakan menjauh.
Baiklah, ini memang benar salahku, karena terlalu banyak melukai. Tapi
sekalipun, tak pernah ada niatan untuk menjauh darimu, sahabat.
Selama ini mungkin tak banyak kusadari, aku terlalu egois.
Mengandalkan diri bisa melangkah sendiri. Tapi dengan begitu, kau pikir aku tak
butuh sahabat?
Aku memang tak selalu bisa hadir dalam wujud nyata di
sampingmu, sahabat. Tapi sosokmu tak pernah sekalipun berpindah. Tak semudah
itu menghapus jejak seorang sahabat. Sahabat yang hanya kutemukan sekali seumur
hidup. Menemukanmu, adalah jejak pencarian yang amat panjang. Jadi, jangan kau
pikir menjauh darimu adalah kesengajaan.
Kau ingin berbagi denganku? Tertawa dan mengis bersama,
seperti kemarin?
Tapi sayangnya, itu bukanlah keinginan sepihak. Bagaimana
aku bisa memendam cerita adalah hal yang tak mudah untuk dilakukan. Ternyata
sungguh sakit ketika kita merasa sendiri, tak ada bahu untuk menuai cerita luka
bahkan suka. Kerap kali masalah yang ingin kubagi denganmu, hanya tertahan dan mengendap menjadi bunga tidur. Kau tau? Itulah hal tersulit dan menyakitkan.
Maci, ini hanya masalah ruang dan waktu. Kumohon, jangan risau. Ikatan itu masih tetap ada. Meski kutemukan namaku berada pada deretan terakhir tingkatan orang-orang yang kau sayang, aku tetap melihatmu sebagai sahabat.
Kembalikanlah naluri persahabatan kita yang dulu, jangan biarkan ini tumbuh menjamur menjadi keputusasaan. Jangan biarkan ikatan ini rapuh dan lapuk.
Percayalah, persahabatan ini adalah anugerah yang indah...