Apa kabar, siang? Seperti biasa, desember ini kau masih saja
berselimut sendu. Kerap kali juga kusaksikan matahari yang pemalu, selalu
berusaha menyembunyikan diri di balik punggung sang awan. Untukmu, sang surya. Aku
ingin berkata. Betapapun kau berusaha bersembunyi, ada kalanya titah tuhan akan
membuatmu kembali untuk bumi. Kembali sebagai rahmat, sama seperti awan yang
juga bertahan dengan mengantungi hujan sebagai rahmat.
Sekian lama menunggu celah untuk memulai perjalanan ke
kampus demi kalkulus, akhirnya hujan mulai mereda menjadi rintik gerimis. Dari
gerimis kemudian melemah menjadi hanya berupa butiran-butiran halus air langit
yang menyisakan hawa dingin. Tidak ada lagi kesempatan sebaik ini untuk
menerobos jalanan siang, kurasa. Akhirnya kuputuskan untuk berangkat bersama
‘si kuning’.
Belum lagi sampai tujuan, air langit kembali menderas dari
hanya berupa butiran-butiran halus menjadi rintik gerimis yang semakin lama
semakin menderas, hujan pun menerpa tanpa ampun. Aku tak kan menyesal jika
harus 'bolos' kuliah karena kondisi yang seperti ini, setidaknya aku memiliki
ikhtiar untuk mengejar kalkulus yang hanya memiliki jatah 40 menit untuk hari
ini.
***
Dari kontrakan menuju kampus hujan semakin deras. Karena takut
pakaian basah kuyup akhirnya aku memutuskan untuk berteduh di MIPA Utara
sembari menunggu kemungkinan hujan mereda. Tapi waktu terus berjalan, tanpa
berhenti sedikitpun atas dasar kasihan melihat seorang mahasiswi yang rela
menerobos hujan demi kalkulus (wheh :3).
Kenyataannya, setelah menunggu beberapa lama air langitpun
tak kunjung sirna. Tapi setidaknya hujan telah kembali mereda menjadi hanya
berupa jarum-jarum kecil air yang menghujam ke bumi. Ini kesempatan (lagi). Kupikir kembali
menerobos jalan menuju MIPA Selatan tidaklah terlalu menyiksa dengan sendu
langit seperti ini.
Perjalanan dari MIPA Utara menuju MIPA Selatan tak sampai
memakan waktu 10 menit. Setelah sampai di depan gedung MIPA Selatan akupun
bergegas melangkahkan kaki menuju ruang kuliah. Belum sampai di ruangan, jam
dinding di persimpangan tangga menuju lantai 2 menyergapku dengan perasaan
ragu. Kondisi sudah basah kuyup dan waktu yang tersisa kurang dari 20 menit
lagi. Bimbang. Antara mengikuti kuliah -dengan pakaian yang basah kuyup- dengan
membiarkan waktu terlewatkan karena kondisi badan yang sudah tidak nyaman
karena basah.
Tanpa membuang waktu lebih banyak lagi, akhirnya aku
memutuskan untuk ‘mengikhlaskan’ kalkulus pada hari itu dan menggantinya dengan
mengunjungi mushalla depan kampus. Ingin menunggu agenda selanjutnya saja, pertemuan
terakhir sekaligus acara penutupan APAI.
>>to be continued
>>to be continued
1 kicauan:
Menunggu kelanjutannya :)
Posting Komentar