Kamis, 11 Desember 2014

Doa Estafet (PART I)



Apa kabar, siang? Seperti biasa, desember ini kau masih saja berselimut sendu. Kerap kali juga kusaksikan matahari yang pemalu, selalu berusaha menyembunyikan diri di balik punggung sang awan. Untukmu, sang surya. Aku ingin berkata. Betapapun kau berusaha bersembunyi, ada kalanya titah tuhan akan membuatmu kembali untuk bumi. Kembali sebagai rahmat, sama seperti awan yang juga bertahan dengan mengantungi hujan sebagai rahmat.
Sekian lama menunggu celah untuk memulai perjalanan ke kampus demi kalkulus, akhirnya hujan mulai mereda menjadi rintik gerimis. Dari gerimis kemudian melemah menjadi hanya berupa butiran-butiran halus air langit yang menyisakan hawa dingin. Tidak ada lagi kesempatan sebaik ini untuk menerobos jalanan siang, kurasa. Akhirnya kuputuskan untuk berangkat bersama ‘si kuning’.
Belum lagi sampai tujuan, air langit kembali menderas dari hanya berupa butiran-butiran halus menjadi rintik gerimis yang semakin lama semakin menderas, hujan pun menerpa tanpa ampun. Aku tak kan menyesal jika harus 'bolos' kuliah karena kondisi yang seperti ini, setidaknya aku memiliki ikhtiar untuk mengejar kalkulus yang hanya memiliki jatah 40 menit untuk hari ini.
***
Dari kontrakan menuju kampus hujan semakin deras. Karena takut pakaian basah kuyup akhirnya aku memutuskan untuk berteduh di MIPA Utara sembari menunggu kemungkinan hujan mereda. Tapi waktu terus berjalan, tanpa berhenti sedikitpun atas dasar kasihan melihat seorang mahasiswi yang rela menerobos hujan demi kalkulus (wheh :3).
Kenyataannya, setelah menunggu beberapa lama air langitpun tak kunjung sirna. Tapi setidaknya hujan telah kembali mereda menjadi hanya berupa jarum-jarum kecil air yang menghujam ke bumi. Ini kesempatan (lagi). Kupikir kembali menerobos jalan menuju MIPA Selatan tidaklah terlalu menyiksa dengan sendu langit seperti ini.
Perjalanan dari MIPA Utara menuju MIPA Selatan tak sampai memakan waktu 10 menit. Setelah sampai di depan gedung MIPA Selatan akupun bergegas melangkahkan kaki menuju ruang kuliah. Belum sampai di ruangan, jam dinding di persimpangan tangga menuju lantai 2 menyergapku dengan perasaan ragu. Kondisi sudah basah kuyup dan waktu yang tersisa kurang dari 20 menit lagi. Bimbang. Antara mengikuti kuliah -dengan pakaian yang basah kuyup- dengan membiarkan waktu terlewatkan karena kondisi badan yang sudah tidak nyaman karena basah.
Tanpa membuang waktu lebih banyak lagi, akhirnya aku memutuskan untuk ‘mengikhlaskan’ kalkulus pada hari itu dan menggantinya dengan mengunjungi mushalla depan kampus. Ingin menunggu agenda selanjutnya saja, pertemuan terakhir sekaligus acara penutupan APAI.
>>to be continued

1 kicauan:

Unknown mengatakan...

Menunggu kelanjutannya :)

Posting Komentar