Di umur yang sudah matang ini, sudah jutaan pengalaman berkesan yang
saya dapatkan. Yang kalau diceritakan, atau di tulis ulang pun butuh
berlembar-lembar kertas. Karena, memang sebanyak itu keajaiban yang Allah telah
beri ke kehidupan saya. Tapi, satu pengalaman yang baru-baru ini terjadi dan
benar-benar berkesan untuk saya adalah ketika saya diterima di Universitas
Diponegoro. Perjalanan yang saya lalui tidak berliku tidak pula lurus. Saya
akan mencoba menceritakannya ulang di sini.
Saat di hari pengumuman SNMPTN, saya sesungguhnya tidak menaruh
harapan besar terhadap kedua pilihan saya. Tapi saat melihat ekspresi
kekecewaan yang ada di wajah ibu saya, di situ hati saya teriris. Saya memang
tidak pernah meminta Allah untuk meloloskan saya, saya hanya berdoa agar diberi
yang terbaik. Dan saya percaya pilihan Allah tidak pernah salah. Pasti ada
hikmah di setiap keputusan-Nya. Tetapi, setelah melihat kesedihan Ibu saya,
saya menjadi berat hati dan mencari segala cara agar saya mendapat cadangan untuk
masa depan saya.
Saya mencoba mencaritau soal pendaftaran Sekolah Vokasi Universitas
Diponegoro. Walau saat itu, jalur yang tersedia hanya untuk jalur rapor. Saya
dan Ibu memutuskan untuk mencoba. Dan memilih jurusan yang kemungkinan sesuai
dengan minat atau kemampuan saya.
Tapi lagi dan lagi, kata maaf terdengar sangat menyakitkan.
Sudah dua kali tertolak. Sudah berapa banyak kesedihan yang saya beri kepada
Ibu?
Dan, harapan terakhir saya adalah SBMPTN atau tes tulis. Dengan
kemampuan seadanya, niat yang tidak sebanyak anak lainnya. Saya mencoba dengan
segenap jiwa saya. Mengerahkan segala kemampuan saya. Sampai-sampai saat keluar
dari ruangan saya merasa pusing dan suhu badan naik. Meski begitu, saya masih
merasa kurang banyak. Banyak hal yang saya sesali, seperti kenapa dulu aku
nggak rajin belajar, sih? Ibu saya pun seakan merasakan keletihan yang saya
alami, sehingga beliau menyarankan saya untuk mencari alternatif lain, seperti
mendaftar melalui jalur mandiri.
Karena dana yang dibutuhkan sangat banyak untuk mandiri, saya
bertekad besar, memohon pada Allah agar diberi kemudahan, pilihan yang baik.
Saya tidak ingin menambah beban kepada orangtua saya. Kemudian, jawaban Allah
sangatlah baik.
Hijau.
Di sore itu saya menangis.
Ibu saya terkejut, terharu, senang, bercampur menjadi satu.
Saya akhirnya bisa membahagiakan Ibu.
Ternyata Allah menakdirkan saya untuk bertemu dengan orang-orang
pilihan. Ternyata Allah menakdirkan saya untuk berubah dibantu oleh
lingkungan di sekitar saya.
Tidak perah terbayang oleh saya, apa jadinya saya tanpa mereka?
Ternyata begitu banyak keuntungan yang saya dapat setelah saya
diterima di Universitas Diponegoro.
Ternyata ini jawaban Allah untuk semua
doa-doa saya.
Malam ini pun, saat di kereta, saya merasa Allah memberikan keajaiban-Nya
lagi untuk saya. Saat pertama kali mengetahui letak kursi, saya sedikit
mendumal. Kenapa nggak di samping jendela, sih? 17C. Kursi yang saya
dapat. Atau, itu berarti saya mendapat kursi yang berada di ujung koridor.
Ternyata, saat menduduki kursi yang saya dapat. Ibu yang mendapat
kursi 17D, yang mendapat kursi yang saya inginkan karena bisa melihat
pemandangan luar. Menyambut saya dengan ramahnya. "Sini, nak."
Sapanya.
Saya merasa tenang saat beliau mengajak saya berbicara soal banyak
hal. Sehingga saya berfikir, Ah, lagi dan lagi, keajaiban Allah. Coba kalau
tadi aku dikasih kursi di deket jendela, tapi aku merasa asing dengan orang
disampingku, bukannya itu akan jadi perjalanan yang membosankan?
Kejadian yang terjadi hari ini, kemarin, dan esok. Sekecil apa pun
hikmah yang ada di dalamnya. Teruslah merasa bersyukur. Karena, Allah tau
dimana kesanggupanmu, apa yang kamu butuhkan. Karena Allah adalah dzat yang
Maha Baik dan Maha Mengetahui.
Nana's
2 kicauan:
Nice story kak!
Ekhem mendalam banget sih
Posting Komentar